MENUNDA KEALFAAN
Menunda kealfaan.
Penulis atau orang - orang yang suka menulis apalagi sampai memasuki area yang bukan termasuk area wajibnya dengan sekelumit ucapan, komentar dan teori. Bukan berarti bahwa ia mengetahui banyak hal. Apalagi jika mengibaratkan bahwa para penulis adalah mahluk imajiner yang bisa berada dimana saja sehingga di nobatkan sebagai mahluk yang jago bicara tapi nihil hasil.
Teruntuk para novelis misalnya atau cerpenis atau orang - orang yang suka menggubah puisi. Mereka adalah orang - orang yang suka memproduksi kata. Jika mau di renungkan, apakah orang yang membaca novel, cerpen, puisi bisa mengenyangkan? Menimbang kembali harga buku bacaan yang rata - rata lima puluh ribuan, kita tentu mikir gaji buruh harian itu ada yang sembilan puluh ribuan perhari -- setahu saya. Sisa empat puluh ribu belum lagi kalau mereka telah berkeluarga.
Ada pemaksaan dan sepertinya harus di paksakan bagi golongan kelas bawah jika ingin menambah wawasan mereka dengan menyisihkan sedikit demi sedikit uang untuk membeli sebuah buku. Dan sepertinya tidak gampang untuk menjadwal kapan mereka harus membaca dan kapan mereka harus beristirahat setelah seharian bekerja.
Tapi, saya akui bahwa kita semua suka uang. Di atas kepala kita dari bangun hingga tidur kembali itu hanya uang. Jadi akan sangat wajar jika persoalan seperti ini adalah masalah peluang dengan masih mempertahankan hukum rimba. Yang di baca adalah peluang. Apakah itu peluang untuk bisa bekerja, peluang tergeser dari posisi semula, atau bisa jadi peluang untuk menganggur. Antisipasi seperti ini tidak berlaku bagi penulis -- menurut saya -- sebab tidak ada yang bisa di saingi ataupun menyaingi bagi si penulis karna yang mereka lakukan adalah mendidaktikan pikiran mereka.
Membaca peluang sama dengan memperhatikan posisi. Sistem kerjanya hitung - hitungan, atur strategi, dan jangan lengah. Hal ini justru terbalik bagi seorang penggubah puisi. Mereka sama sekali tidak berhadapan dengan nilai. Bahkan cenderung mengabaikan logika. Saya cuma mikir, jika di suatu hari nanti orang - orang lebih berminat kepada tekhnologi, apakah sastra akan mati? Pikiran itu melayang dan ternyata itulah jawabannya bahwa ketika berpikir bahwa seseorang telah bersastra.
Bersastra artinya menemukan kembali diri kita.
Komentar
Posting Komentar